Rabu, 19 Oktober 2011

Ombak dan Samudera (Bagian ke-5)



5. REVIEW

Ombak yang lara, gemuruh  mengejar samudera,
ada pilu membalut hati dan rasa
Wahai jingga di atas sana
Terbangkan aku ke pucuk rinduku




Bali
Seorang pria  Bali tengah bersimpuh sambil menata sesajen yang dibawanya. Pria itu lalu menyalakan dupa, yang merupakan  simbol Hyang Agni, saksi dan pengantar sembahnya  kepada Hyang Widhi.. Kedua  telapak tangannya dikatupkan kemudian diletakkan di depan ubun-ubun. diambilnya sepucuk bunga  lalu  dijepitnya pada ujung jari dan mengayunkannya pelan di udara dengan penuh perasaan.  Seperti seorang penari. Matanya terkatup mulutnya merapalkan sesuatu. Ia tengah berdoa. Nyoman Bagus larut dalam doanya,  kali ini ia tak menahan apa-apa. Kekuatannya lenyap. Tak sebutir air mata pun sanggup ia bendung. Dan dia memutuskan untuk membiarkan segalanya mengalir. Apa adanya.  Ia memahami apa yang diucapkan Astuti dalam emailnya. Yang belum ia pahami adalah, mengapa harus sesakit ini rasanya? I Nyoman Bagus Eddy  mengatupkan matanya erat-erat. Semua ini terasa getir untuk ia telan. Namun, inilah kejujuran.


Assalamu alaikum, Om swastiastu.
Bli, Ingatan akan dirimu hadirkan perih mengiris hati, saya telah terperangkap
rasa yang geloranya tak lagi terkendali,
Rasa yang bahkan dalam diri Mas Muji sendiri pun tak pernah saya dapatkan, Rasa yang hanya pernah saya rasakan dan telah saya endapkan ke rongga yang gelap pekat di dasar hati yang yang paling dalam di kesilaman masa lalu saya
Ya, saya telah menyayangimu lebih dari rasa sayang seorang sahabat, saya telah
menyalahi janji persahabatan kita. Saya telah menghianati kesucian cinta seorang suami.
Dan  kesadaran ini nyatanya begitu menyakitkan, Karena saya tahu ini tidak boleh terjadi.
Bli, Saya tak mau terperangkap lebih dalam, yang akhirnya dapat menggelincirkan saya pada dosa tak terampunkan.
Maafkan saya yang telah mengganggu ketenanganmu dalam keseharianmu yang begitu menentramkan.
Maafkan saya atas keteledoran saya menjaga hati, hingga tak lagi tepati janji
Maafkan saya karena harus mengakhiri persahabatan ini
.
Bli, saya menyayangimu sepenuh hati, tapi kita tak dapat lanjutkan ini semua
Rasa sayang ini akan kembali 
saya endapkan ke rongga yang gelap pekat di dasar hati yang paling dalam, bersama  kesilaman masa lalu saya.
Terimakasih atas kebaikanmu mengisi hari–hariku dengan begitu puitis
Saya yakin hidupmu akan lebih bahagia tanpa kehadiran saya
.

Love
Astuti

***

 Bandung

Sedetik setelah email terkirim  ada rasa lega tapi juga penyesalan menyadari dirinya akan menyakiti perasaan sahabatnya, dan  merasa sangat bersalah telah berlaku tidak adil, dan hanya mementingkan diri sendiri saja, juga  karena  akan kehilangan sahabat yang sangat dicintainya, yang telah menggetarkan hatinya seperti Insan Masa Lalu pernah menggetarkan dawai cinta pertamanya.   Pergulatan batinnya selama berbulan-bulan, ingin segera diakhirinya. Dia menyadari persahabatannya dengan Nyoman Bagus telah menjadikannya penghianat atas cinta tulus suci suaminya. Dia ingin kembali, sebelum segalanya semakin membenamkannya lebih dalam.  Cinta itu pedih, seperti kerinduan yang tidak tercapai.  Seperti pohon yang meranggas dan mati. Dirinya bagai terbelah diantara dua kutub;  tubuhnya terkubur dalam denyutan, getaran dan kesakitan;  sedangkan perasaan dan fikirannya melayang ke arah lain, kemudian tenggelam  dalam kegelapan pekat tak bertepi, tenggelam dalam kesedihan yang hebat. Mendadak kerongkongan Astuti seperti tercekat. Dia terisak. Leanne Rimes lembut mengalunkan “How Do I Live” mengiringi pedih dan galau batinnya.
 
If you ever leave .
Baby you would take away everything good in my life .
And tell me now ..
How do I live without you..?
I want to know .
How do I breathe without you...?
If you ever Go .
How do I ever , ever survive..?
How do I , how do I , oh how
do I live...?
Without you...

***
Pagi itu Astuti mengendarai mobilnya dengan pikiran yang sangat kalut. Di mulut jalan mobilnya menyerempet sepeda motor yang berusaha mendahului, untung sepeda motor tersebut tidak jatuh, hanya saja mobil Astuti  tergores stang sepeda motor menyisakan goresan memanjang di bagian samping kanan mobilnya.
Di sekolah pikirannya tak lepas dari email yang semalam dikirimkannya. Batinnya mereka-reka bagaimana reaksi Nyoman Bagus setelah membacanya.
Malamnya  ketika dia membaca email balasan dari Nyoman Bagus  yang begitu pasrah dan rela melepaskannya, serasa ada yang terserak dari hatinya. Dia  menangis tersedu. Astuti meraupkan tangannya ke muka. Berharap  ada satu cara, untuk membersihkan semua kenangan itu, sebersit perasaan yang selalu   mengusiknya dari waktu ke waktu, Terasa ada sesuatu yang mengaliri darahnya. Astuti merasa seolah terempas ke lorong waktu. Semua ini terasa seperti dejavu, ya dulu Astuti pernah merasakan gundah seperti ini, pedih seperti ini, ketika akan memisahkan dirinya  dari  insan masa lalu yang harus terlupakan. Bahkan dilupakan sejak pernikahannya. Ada perih mengiris hatinya. Sebutir air bening memburamkan matanya yang dipaksanya untuk membaca email balasan.

Dear Astuti ...
Kalau itu yang terbaik buat hidupmu,  keutuhan dan juga kebahagiaan keluargamu, saya hanya bisa ikhlas.
Demi  kebahagiaanmu karena bagi saya  kalau saya bisa membahagiakan orang lain  berarti saya juga bahagia.
Selamat jalan ombak
, bercumbulah dengan pantaimu nan indah permai ,  karena memang disanalah tempatmu. samudra akan tetap samudra  walau tanpa ombak .
Semoga hari-harimu membahagiakan
, dan hapuslah  saya dari hatimu, kalau itu yang kamu inginkan.
Selamat jalan
Ombak , saya yakin hidupmu akan sangat bahagia di pantai permai
Love
BE


 



Ada sesuatu yang remuk di hati Astuti, dan pecahan-pecahannya menyebar ke seluruh tubuh, mengoyak hati dan perasaannya. Dipejamkannya matanya menahan pedih. Dan segala keresahannya selama ini juga ikut memuncak, meledak, hingga kesedihan itu tak tertanggungkan lagi. Hatinya  begitu pilu.  Butir demi butir air mata pun mulai melelehi pipinya. Tadinya dia mengira  hatinya akan lega setelah tahu Nyoman Bagus membaca emailnya. Nyatanya hatinya begitu terluka yang dia sendiri tidak tahu apa sebabnya. Dicobanya menelpon ke handpone Nyoman tapi ternyata tidak aktif. Hatinya semakin sedih. Ada hampa yang begitu menyakitkan. Kehilangan yang begitu menyesakkan.Ya dia tidak siap dengan keputusannya sendiri karena  sejatinya ia sangat mencintainya. Setengah dari dirinya pun takjub dan terpana. Baru kali itu ia menyadari betapa dalam perasaannya untuk Nyoman Bagus dan betapa jauh hatinya telah jatuh. Dan di setiap doa selesai solat tahajjud di sepertiga malam yang sunyi agar dapat segera melupakan perasaan yang kian menekan, Astuti selalu terisak pilu.
“Samudra, semoga kau dapat menemukan kembali Ombakmu. Ombak yang belum mempunyai pantai, sehingga kau bisa bercumbu dengan ombak barumu, dipantai yang hanya jadi milikmu. Bli, hari ini aku masih menangisimu” rintihnya sendu. 

Bersambung

Selasa, 18 Oktober 2011

Ombak dan Samudera (Bagian ke-4)



4. RESAH YANG MENYESAKKAN
Bandung
Sepanjang mengikuti perkuliah hari itu, pikiran Astuti tak sepenuhnya berada di ruang kuliah, meski Prof. Ahmad menyajikan materi dengan diselingi humor-humornya,  Astuti tidak dapat menikmatinya, sementara teman-temannya tergelak setiap Prof. Ahmad menyelingi dengan humor.
Pikiran Astuti melayang jauh ke pulau dewata, beberapa hari ini tidak ada kontak dengan Nyoman Bagus. Hampa rasanya. Dia tahu setiap akhir pekan  EO yang dikelola Nyoman Bagus banyak mendapat event dan lagi sebagai orang yang dituakan di keluarganya Nyoman bagus juga sibuk dengan kegiatan – kegiatan upacara adat. Dari senin hingga sabtu pagi terkadang dipenuhi dengan upacara adat keagamaan.
Tadi pagi Nyoman berjanji akan menelponnya saat istirahat. Astuti menelan rasa kecewanya ketika sampai perkuliahan hampir berakhir Nyoman bagus tidak juga menelponnya. Padahal kerinduannya sudah memuncak. Dadanya terasa sesak. Ada isak yang berusaha ditahannya. Matanya merebak mengaburkan pandangannya,  air mata kerinduan yang demikian dalam.
“ Kenapa  Ibu jadi lebih diam akhir-akhir ini. Ada yang kau pikirkan?” Mujiono menatapnya lembut. Astuti seperti terusik mendengar pertanyaan itu, tapi cepat ia tersenyum. “Nggak ada. Paling-paling soal Sekolah  dan kuliah. Ibu kan harus segera selesai, nggak mungkin berlama-lama. Target Ibu bisa lulus tahun depan Ibu ingin jadi yang pertama lulus di kelas MM”. Sahutnya segera.
“ Jaga kondisi, jangan mengetik sampai larut malam” Mujiono melanjutkan. Hati-hati, didekatinya sosok laki-laki yang amat dicintainya itu. Memeluknya perlahan dari belakang.. Mujiono membalikan badan merengkuh Astuti ke dalam pelukannya.
“Bli, kenapa ingatanku selalu padamu, meskipun saat ini aku sedang bersamanya” batinnya. “Apa yang tengah terjadi di dalam diriku, Bli”.  Astuti mempererat pelukan pada suaminya.   Astuti membenamkan wajahnya   lebih dalam.
***
“Bli berceritalah tentang hari raya Galungan, kata teman saya yang dari Bali, katanya saat hari raya Galungan adalah saatnya pamer kekayaan ya Bli?” tulis Astuti suatu kali.
“ Bukan begitu Cantik, Karena yang terpenting adalah maknanya.  Galungan bukan hanya perayaan dalam materi tapi perayaan dalam diri dan dalam hati. Galungan adalah perayaan kemenangan Dharma atas Adharma, kemenangan kebaikan atas kejahatan. Mungkin hampir sama dengan Iedul fitri dalam agama Islam, bukankah ketika Iedul fitri, kita merayakan kemenangan atas keberhasilan setelah selama sebulan menahan hawa nafsu?  Nah,  kalau Iedulfitri datangya setahun sekali, sedangkan Galungan kami merayakannya setiap enam bulan sekali. Ah rupanya Ombakku senang mempelajari adat dan kebudayaan rupanya ya, dan Ombakku memang cantiknya sampai ke hati” balas Nyoman Bagus.
Matur suksma (terima kasih), Bli, Samudraku.yang pantainya tersembunyi dalam hati, memang saya suka sekali mengetahui keragaman kekayaan budaya kita.” jawab Astuti
Matur suksma mewali (terima kasih juga)  ya,   pantai kita memang nggak boleh kelihatan  karena pantai kita memiliki ombak yang  bener-bener indah “ jawab Nyoman Bagus.
“Iya Samuderaku, saya juga merasakan keindahan yang sama. Keindahan  pantai di dalam hati, yang deburannya begitu lirih yang getarannya begitu lembut”.Balas Astuti.
“ Tapi  ombak tidak pernah bisa berlabuh di samudra,  selalu dipantai  yang lebih membutuhkanmu Ombakku sayang,  Samudra  akan selalu mengantarmu ke pantai   permai yang menunggu deburanmu”  Balas Nyoman Bagus
“ Ya Samudraku, aku harus kembali ke pantai permai, yang telah terhampar untukku meninggalkan samudra yang telah menggetarkan ombaknya, hingga gemuruhnya bergema di luasnya samudra, lirih menembus relung dan palung di pantai hati nan tersembunyi. Samudra yang hanya bisa mengantarmu ke pantai permai  tanpa pernah bisa merasakan deburanmu”  Setetes Embun hangat jatuh pelan-pelan. Menyusuri pipi Astuti. Semakin deras dan jatuh ke pangkuan. Hatinya meringis menahan perih yang tiba-tiba mengiris hatinya.
“Meski  samar, deburan itu telah kau rasakan samudra. hanya kearifanmu telah meredakan dan mengembalikannya ke pantai permai yang telah lama terhampar.
Kearifanmu  itulah kekuatanmu”. Tulis Astuti. Diusapnya matanya berkali-kali dan berkali-kali  pula memburam t
anpa sempat dicegah. Tanpa sempat dikekang. “Tahukah engkau Bli  resah ini teramat  menyesakkan. Sesak  yang meresahkan karena   pantai yang tersembunyi di dalam hati memaksa ingin memperlihatkan diri, ingin mengiringi tarian yang dibawakan ombaknya” bisiknya pedih
***
“Bli, kalo saya pelajari dari balasan-balasan email Bli, saya lihat koq kontradiktif sih  di email yang satu seolah Bli memang mendukung saya penuh untuk hanya jadi sahabat sejati saya, tapi di email yang lain, selain Bli mendukung saya untuk berusaha menjaga warna persahabatan kita. Tetap  jadi sahabat saya,  tetapi  juga tersirat keinginan Bli yang lain, maaf kalau salah ya  seakan Bli juga ingin jadi kekasih saya. Sebenarnya  yang ada dalam hati Bli konsentrasi hubungan kita lebih berat kemana?” Nyoman Bagus tercenung mendapat email dari Astuti pagi itu dihelanya nafasnya, terasa sangat berat menyesakkan dada. 
“Ya  memang kontradiktif sekali, karena sesungguhnya aku telah jatuh cinta padamu, bahkan sejak pertama melihatmu di jejaring sosial dulu. Hanya  karena penghormatan dan persahabatan yang ingin kujunjunglah maka aku tetap bertahan” Rintih batinnya. Dadanya  berdegup kencang, dengan tangan gemetar menahan gejolak yang kian mengharu biru, ditulisnya jawaban.
Dear Astuti Cantik.
Jujur saya akui  ada keinginan untuk menjadi kekasihmu  itu dari sanubari yang paling dalam   tapi  disisi lain  secara logika  saya juga sangat mendukungmu agar persahabatan ini tidak berubah warna .. karena saya nggak ingin cinta kalian yang selama ini telah terbina dengan sangat baik di keluargamu  menjadi berubah dengan hadirnya saya
Makanya kelihatan seperti kontrakdiktif  
Jujur  saya menginginkan hubungan ini lebih berat menjadi persahabatan sejati .. tapi saya juga nggak berani menjamin dan mengatakan kalau dalam perjalanannya tidak takan bisa berubah warna karena hari esok itu adalah misteri.

hugs & kisses
BE
”Ya Bli, dan misteri itu sekarang mulai menampakkan diri, pantai yang tersembunyi di dalam hati demikian kuat merangsek ingin memperlihatkan diri, meski kau selalu arif dalam bersikap, tapi di sini, dihati ini segalanya mulai berubah,  betapa sesaknya dada ini kala memendam kerinduan yang kian hari kian memuncak, betapa airmata ini  semakin rajin menemaniku kala sepi merayapi hati.” Rintih batin Astuti pilu.   Email Nyoman Bagus  menyadarkannya bahwa hatinya  saat ini ingin berada di dua tempat. Dan meski hatinya telah ia jaga dan ia tata dengan rapi hanya untuk  orang yang telah diniatkan  menjadi satu-satunya pendamping dalam meniti hidupnya selama ini, pertemanannya dengan Nyoman Bagus telah menjungkirbalikkan apa yang selama ini ia bangun dengan hati-hati dan susah payah. Mendadak muncul sayatan pedih lagi di hatinya. Berkali kali Astuti menghela nafas panjang, batinnya menjerit lirih
” Bli, ada apa dengan diriku ini? Aku tak lagi bisa menyebut namamu dengan rasa yang datar, seperti menyebut nama-nama temanku yang lain, ingatan akan dirimu hadirkan perih mengiris hati, adakah ini pertanda lukisan ini telah berubah warna? Bli bantu saya menetralkannya, saya tengah terperangkap rasa yang geloranya tak lagi terkendali, bantulah saya meredakannya” Astuti terhisak di tempat tidur.
Jam telah menunjukkan pukul 21.00. dari lantai dua rumahnya sayup- sayup terdengar celoteh anak-anaknya yang sedang menonton TV. Suaminya tengah pergi menghadiri rapat RW di lingkungannya.
Astuti mengunci diri di dalam kamar. Dadanya terasa sesak. Dia tak berdaya,  terperangkap rasa yang bergelora. Rasa  sayangnya terhadap sahabatnya lambat tapi pasti menunjukkan bentuknya yang lain, tak lagi sekedar persahabatan belaka, rasa ingin memiliki yang demikian kuat terbentur dengan kenyataan yang ada, membuatnya demikian nelangsa.
Sering Astuti terbangun dalam keadaan menangis dan mendapati dirinya dalam pelukan suaminya yang tengah mengelus lembut rambutnya dan mengecupnya penuh cinta
“Apa yang memberati hatimu sayang?” pertanyaan suaminya dijawabnya dengan menyusupkan kepalanya semakin dalam. Astuti tak ingin suaminya mengetahui apa yang  ada di hatinya, dia berharap agar tak ada nama yang  terucap diantara tangis dalam tidurnya. Sebuah nama yang tentu akan menyakiti hati suaminya.
Semakin dieratkannya pelukannya, semakin suaminya mencumbu semakin teriris hatinya, menyisakan kepedihan yang dalam yang timbul dari rasa bersalahnya. Dia membeku ditengah puncak gairah suaminya.
***
Saya ingin Bli tahu bahwa : Saya menyayangimu dengan tulus tanpa nafsu ragawi. Saya tidak mau kehilangan persahabatan, Saya tidak mau kehilangan Bli. Saya senang Bli memanggil saya "CANTIK" Saya senang jadi "GELOMBANG" untukmu. Dan saya senang memanggilmu "SAMUDRAKU". Saya juga ingin Bli menyayangi saya dengan tulus tanpa nafsu ragawi. Tulis Astuti suatu hari.
“Cantik, apapun yang cantik inginkan dari persahabatan ini saya akan lakukan, walau sebenarnya saya pun sebagai manusia bisa juga  merasakan nafsu dan juga rasa cinta yang dalam ingin memeluk dan bersamamu selalu. Namun  sayapun sadar  saya tidak boleh membuat jalan hidupmu ke depan menjadi kurang nyaman” balas Nyoman
Matur suksma Bli (terima kasih, Kak). Mari kita saling mengingatkan bila suatu saat kita terlupa menjaga warna persahabatan kita” jawab Astuti dengan jantung yang tiba-tiba berdegup kencang.
“ Ya Cantik, kalaupun akhirnya menjadi biru itu juga kehendak yang diatas koq kita terima aja  dengan ikhlas  dan jalani aja  hahahaha” canda Bagus
“Akh. Bli  ” tulisnya, dan pipi Astuti menghangat begitu membaca email balasan, kalau ada cermin di depannya pasti kentara sekali rona merah wajahnya, hatinya berdebar. “Justru itulah yang kini sedang ku jaga,  biru itu meski samar mulai Nampak, mulai berubah tak lagi sehijau di awal persahabatan kita” Rintih batin Astuti.

Bersambung...

Sabtu, 15 Oktober 2011

OMBAK DAN SAMUDERA (Bagian ke-3)



3. PERSAHABATAN OMBAK DAN SAMUDERA  

Bandung
Malam begitu hening, Astuti tengah asyik di depan laptop mengerjakan tugas dari kampusnya. Kuliah di program Magister Manajemen, membuatnya harus belajar ekstra, mengingat yang dipelajari adalah hal-hal yang diluar kegiatan sehari-harinya di sekolah.  Tiba-tiba HPnya bergetar, tanda ada sms masuk. ternyata sms dari temannya.
 “ Bu Astuti, tolong emailkan catatan kuliah Manajemen Operasional hari ini dong”.  Memang Astuti selalu dimintai catatan oleh teman-temannya. Padahal selama kuliah berlangsung hampir semua teman terlihat membuka laptop masing-masing meskipun dia tahu tidak semua mencatat perkuliahan, sebagian malah asyik berselancar di dunia maya masih mending kalau berselancarnya itu untuk searching materi yang berhubungan dengan materi yang sedang di bahas, kebanyakan malah sekedar buka facebook, bahkan ada juga yang sibuk chatting dengan teman sekelas. Pantas saja Astuti sering melihat teman-temannya seperti menahan senyum, rupanya mereka lagi asyik ngobrol di layar laptopnya. Fasilitas wifi yang disediakan memang sangat menggoda,  kurang-kurangnya bisa membagi perhatian ya itu seperti temannya yang sekarang minta diemailkan catatan. Astuti menghela nafas panjang. Lalu diambilnya modem dari dalam kotak pensilnya. Setelah menemukan file yang dicari, segera dibukanya email. Terlihatdi kotak masuk ada beberapa email baru, ada beberapa permintaan pertemanan dari Tubely, sebuah jejaring sosial yang membuat Astuti memiliki banyak teman dari luar negeri. Jantungnya berdegup lebih kencang ketika terbaca nama Bagus Eddy diantara email-email itu. setelah mengirimkan email untuk temannya, segera dibukanya email dari sahabatnya itu. Rupanya balasan atas email yang dia kirimkan kemarin malam, ketika Astuti merasa sangat gundah atas perasaannya terhadap sahabatnya itu. Dia merasa  persahabatannya mulai mengisaratkan perubahan warna. Persahabatannya  menampakkan riak gelombang yang mulai menyeretnya ke dalam pusaran tak bertepi, ya Astuti seperti ombak yang meninggalkan pantainya. Pantai yang telah sekian lama terhampar untuknya.
“Samuderaku, jangan biarkan gelombangmu tersesat jauh ke dasarmu ingatkan ia untuk kembali ke pantai permai yang setia menanti” tulisnya menyiratkan rintihan pilu dari lubuk hatinya.
“Samudramu tidak akan membiarkanmu tersesat ke dasarku, tetapi akan selalu mengingatkan dan mengantarmu untuk kembali ke pantai nan permai yang selalu menunggumu, karena disanalah tempatmu yang paling nyaman”  . Ada kelegaan dalam batinnya ketika membaca balasan email Nyoman Bagus. 
“Terima kasih Samuderaku, bukan aku tak mau dibuai indahnya deburan ombak dalam dirimu. Tetapi  aku telah memiliki Pantai Permai yang selalu setia menungguku, dan lebih dulu terhampar untukku, dan selamanya ingin tetap terhampar untukku, dan aku tetaplah gelombang untukmu, gelombang yang tak pernah dapat memiliki pantai bersamamu, karena pantai kita hanya ada dalam hati kita, dan akan tetap indah di hati kita selamanya” tulis Astuti. Matanya memburam selapis  kabut  tiba-tiba menyeruak, keharuan menyelinap  setitik air yang bergulir tanpa kuasa dicegah.
“Terima kasih gelombangku, Walaupun pantai kita cuma dalam hati kita Tetapi saya cukup bahagia bisa mendapatkan deburanmu. Saya tahu,Pantai Permai-mu selalu setia menunggu dan bersamamu. Dan biarlah Pantai Permaimu selalu menjadi milik kalian. Samudra akan cukup bahagia  bisa merasakan deburan ombakmu dalam hati. Dan samudra akan jaga deburan itu sampai kapanpun juga ....” balas Nyoman sepenuh hati.
“Terima kasih semoga persahabatan samudra dengan gelombang tetap abadi, meski tak kan pernah mencapai pantai” tulis Astuti.
“Saya yakin persahabatan samudra dan gelombang akan abadi, karena samudra tidak boleh dan tidak mungkin mencapai pantai. Berjalanlah tegak menatap masa bahagiamu, Cantik. Samudra  akan selalu bersamamu, menempatkanmu di lubuk terdalam hati samudra, di dasar samudra” balasan email dari Bagus, membuatnya tenang dan bahagia.
“Terimakasíh Samudraku, sekarang gelombangmu mantap menarikan gemulai tarian persahabatannya denganmu, tak ada lagi keraguan yang menyesakkan. Tak ada lagi kegalauan yang menggelisahkan. Tak ada lagi kegundahan yang meresahkan, semoga tarian sucinya akan selaras dengan harmoni dari alunan simphoni yang mengiringinya” Astuti menulis emailnya dengan bahagia. Wajah cantiknya terlihat semakin segar. Balasan email dari I Nyoman Bagus Eddy masuk tak lama kemudian.
“Senang sekali mendengar gelombang dengan mantap menarikan gemulainya tarian persahabatan dan tidak ada lagi keraguan. Samudra tidak menginginkan gelombangnya dalam keresahan dan kegalauan yang menggelisahkan. Samudra senang bila gelombang merasa bahagia menarikan tari persahabatan dan berlabuh di pantainya nan permai  dengan penuh rasa cinta yang membahana. Samudra yakin tarian suci gelombang akan sangat selaras dengan symphoni yang mengiringinya dan samudra akan selalu berusaha menyelaraskan, sehingga benar-benar menjadi harmonis”  tulis Nyoman Bagus setulus hati.
“Matur suksma Bli (terima kasih, Kak). Samudraku yg paling luas, paling indah, paling mempesona buat gelombangmu” Balas Astuti.
“Terima  kasih gelombangku .. telah hadir bersamaku menemani hari-hari penuh perjuangan untukku, Samudramu ...”  Senyum manis dari wajah cantik Astuti mengembang, meski lagi-lagi tetes-tetes air bening mengalir tanpa sempat ditepis. Malam kian larut, hening sepi menemani embun yang mulai menapak di dedaunan, menemani cengkerik di sela-sela rumput hijau di halaman.
Selamat malam Bli, Semoga malam jadi selimut hangat untuk istirahatmu, dan esok saat sang fajar menyapa kau terjaga dalam keadaan segar dan siap berkarya” bisiknya sambil menutup email dan mematikan laptopnya. dari kamar putrinya suara lembut Once sayup-sayup menyenandungkan Dealova.
Aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
Aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu
Karena langkah meragu tanpa dirimu
O…. karena hati tlah letih
Aku ingin menjadi sesuatu yang slalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa  ku selalu memujaku
Tanpamu sepinya waktu merantai hati
O…. bayang mu seakan akan
Kau  seperti nyanyian dalam hatiku
 yang memanggil rinduku padamu oooooo
seperti udara yang kuhela kau selalu ada

***
 Bali
Event dinner yang diselenggarakannya malam ini baru saja berakhir. para pekerja sibuk membereskan ruangan.
“ Putu, Jangan lupa, nanti cek ulang jadwal untuk event yang dari Tima Travel and Tours ya…” terdengar Wayan Oka mengingatkan staf BE yang bertugas menyusun jadwal event.
“ Iya Bli.. “ jawab Putu Ika,  matanya tetap menatap layar monitor.
“Sudah malam, pulang sekarang yu.. kuantar sekarang ya” Wayan Oka menawarkan
“ Ayo Bli… “ setelah mematikan computer, Putu Ika berdiri kemudian membuka pintu ruangan tempat  I Nyoman Bagus Eddy  berada.
“ Bli pamit pulang duluan ya..” pamitnya. Nyoman Bagus yang sedang duduk di depan laptopnya menoleh.
“Ok, hati-hati ya… jadi diantar Wayan Oka?  Putu, Wayan, kalian pasangan yang sangat serasi“  sambil tersenyum Nyoman Bagus melambaikan tangannya.
“ Iya Bli… “ semburat merah meronai pipi  Putu Ika “ Terima kasih, Bli belum akan pulang” lanjutnya
“ Belum, sebentar lagi..” pujinya, lalu di raihnya album foto dari rak buku di samping meja tulisnya. Itu adalah album foto waktu upacara Megedong – Megedongan, upacara   Megedong – Gedongan  yang dilakukan ketika kehamilan istrinya berumur 7 Bulan Bali ((1 bulan Bali = 35 hari) atau sekitar 8 bulan masehi  bertepatan dengan hari Purnama. 
“ Kita duduk berdampingan…. Kau begitu canik dan bahagia istriku..” batinnya. Pandangannya menatap lekat foto  Gusti Ayu Tirta Sari yang terlihat sangat cantik dan bahagia dengan perutnya yang membuncit. Dalam foto terlihat keduanya sedang Matur sembah, memohon keselamatan kepada Tuhan dengan khusyuk. Didepannya banten (sesajen) tertata lengkap dan rapi.
“ Tirta Sari,  ini adalah saat yang sangat membahagiakan kita… duduk berdampingan untuk mendengarkan kekawin (kidung suci) yang berisi tentang petuah dan nasehat bahwa sebagai suami, aku tidak boleh berkata kasar atau berbuat kasar pada istri,  tidak boleh membangunkan istri dengan tiba-tiba dan berbagai hal lainnya. “   bisiknya.    Dibukanya lembar demi lembar halamannya. Tatapannya terhenti pada foto upacara Tutug Kambuhan. Upacara Tutug Kambuhan adalah upacara yang tujuan dan maknanya sebagai ucapan terima kasih kepada “Nyama Bajang” yang merupakan manifestasi kekuatan Ida Sang Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu tujuan upacara ini adalah melakukan pembersihan kepada sang Ibu dan bayinya.
“ Lihatlah, ini Bonny kita ketika berumur 42 hari ?   begitu montok dan lucu…” bisiknya, diusapnya matanya yang tiba-tiba basah menghadirkan kerinduan pekat yang tiba-tiba merayapi hatinya. Kemudian dia berpaling ke layar monitor, membuka email dan melihat sederet email-email yang baru  masuk. Hatinya berdebar ketika membaca nama Astuti diantara deretan email. Email yang berbentuk puis itupun  segera dibacanya.
Mari menari bersama dalam ayunan gelombang di tengah samudra,
mari selaraskan ayun langkahnya 
dalam irama yang lembut namun tidak menghanyutkan,
dalam irama gembira namun tidak menggelora,
dalam tempo cepat atau lambat
dalam hentakan penuh dinamika cresscenso atau discresscendo
dalam ekspresi mars atau maestoso 
Mari menari bersama dalam ayunan gelombang di tengah samudra
dengan iringan gendhing Bali, Jawa atau Sunda
tarian persahabatan nan indah mempesona

 “ Selamat malam, belum tidur? Hebat sekali puisimu, hidup BHINEKA TUNGGAL IKA, mari kita lebih rekatkan persahabatan kita, dengan saling menghormati perbedaan karena perbedaan itu sesungguhnya indah dan harus ada didunia ini....” puji Nyoman  tulus.
***
“ Bli apa yang akan Bli lakukan kalau saya tiba-tiba ada di hadapan Bli” tanya Astuti suatu kali dalam email yang dilampiri beberapa foto dirinya.
“ Sebelum kujawab, terima kasih atas kriman foto-fotonya, cantik banget, saya jadi terus-terusan memandangi fotomu, nah kalau kau tiba tiba ada di hadapan saya, saya pasti akan terpana seolah nggak percaya, takutnya malah refleks saya akan peluk dirimu,Cantik” balas Nyoman Bagus
“kalau begitu saya nggak jadi deh menjelma di hadapanmu, takut dipeluk.. ha..ha..ha”sahut Astuti
“ Ya deh, saya akan ikat tanganku ya.. ha ha ha” tawa Bli dalam emailnya.
“ Yaa, dah keburu ketakutan nih, jadi buyar deh konsentrasi untuk menjelmanya, ha ha ha” candanya. “ dah lain kali aja ya, bye Bli, terimakasih untuk hari yang menyenangkan bersamamu.”
“ Ya deh nggak apa- apa koq, kapan saja kamu mau menjelma bilang dulu ya, nanti biar saya ikat tanganku ha ha ha, bye Cantik”Astuti tersenyum. Candaan segar melalui email seperti itu semakin mendekatkan hati mereka. Astuti sangat menyayangi sahabatnya ini.
“Bli, saya menyayangimu setulus hati, tidak hanya karena kau sangat mirip cinta pertamaku yang terpaksa harus ku kubur dalam-dalam dari hatiku. Panjang ceritanya dan panjang pula perjuangan yang kulakukan untuk  belajar mencintai seseorang yang ditakdirkan memilikiku. Bermula ketika kakakku memperkenalkan sahabatnya, teman diskusinya yang akhirnya menjadi teman diskusiku, waktu itu aku baru tujuh belas tahun, kebetulan minat kami sama, dia sering pinjami aku buku-buku dan jika kami bertemu maka kami diskusikan apa yang kami baca, tanpa kami sadari kami saling jatuh cinta, Bli jangan mengira kalau kami pacaran seperti umumnya orang pacaran, nggak Bli. Kami  punya buku harian yang kami isi berdua, kemesraan- kemesraan kami tertuang di buku itu, Bli meski kami berbeda keyakinan dia sangat menghormati keyakinan kami, dia memahami bahwa kami keluarga yang ketat dalam pergaulan laki-laki dan perempuan, jangankan pelukan ciuman atau kemesraan fisik lainnya, bahkan bersalaman pun kami berusaha menjaga agar jangan sampai bersentuhan,  selain dengan saudara kandung atau orang yang muhrim lainnya, kata-kata peluk atau cium sayang hanya ada dalam buku harian saja. Betapa  masygul dan prihatinnya keluarga saya melihat perkembangan saya, mama sering kali menasihatiku agar mengakhiri hubungan kami, saya sangat  menyayangi mama, yang sering sakit karena masalah saya, meski berat kami pun putus. Sampai bertahun- tahun kemudian beberapa hati mencoba mengisi kekosongan itu, tapi saya nggak bisa menemukan getar yang sama, hingga kandas dan kandas. Bli, tali yang terentang diantara kami rupanya masih cukupkuat, berkali kali dia hadir dalam mimpi saya, sampai saya tidak tahan lagi, saya datang ke rumah orang tuanya, dan ternyata dia sakit parah, trenyuh hati saya Bli, tanpa sepengetahuan orangtuaku saya sering menjenguk dia, dia baru mau makan kalau saya yang suapi, kami nyambung lagi Bli, Buku harian yang masih saya simpan mulai terisi kembali. Ketika akhirnya keluarga saya mengetahuinya mereka tetap tak merestui hubungan kami, saya mengerti Bli, orang tua mana yang rela putrinya menikah dengan pria yang berbeda keyakinan, saya solat tobat,   juga solat istikharah untuk mohon petunjukNya, dan saya sering melihat mama menangis dalam solatnya. Akhirnya dalam suatu musyawarah keluarga saya harus memilih calon suami yang memang telah lama mendekatiku lewat keluargaku, beraaat sekali rasanya. Tapi demi agama yang kami yakini, saya lepaskan dia dan saya tunduk dan pasrah menerima keputusan keluarga besarku, kami pun menikah. Saya merasakan betul besarnya cinta kasih suami saya yang dengan kesabaran luar biasa dia bimbing saya. Dia besarkan hati saya manakala saya terbangun di malam hari dalam keadaan menangis tersedu-sedu. Sering sekali saya menangis dalam tidur saya. Bli saya percaya dengan teori Psiko Analisa dari Sigmund Freud bahwa perasaan   yang ditekan  sedemikian kuat ke alam bawah sadar agar tidak muncul di alam sadar kita, maka dalam batas tertentu  akan muncul di alam ambang sadar, tangisan saat tertidur adalah  salah satu manifestasinya. Pada  awal pernikahan saya sering sekali dirawat di Rumah sakit. Barangkali itu salah satu proses saya menuju ikhlas.  Maka ketika bertemu Bli, meski belum bertemu langsung, koq rasa itu tiba-tiba saja muncul, saya takut sekali kalau hijaunya persahabatan kita akan berganti jadi biru. Seperti biru yang pernah kami miliki 25 tahun lalu. Itulah ketakutan terbesar saya sekarang Bli. ” tulis Astuti suatu hari, wajah yang basah oleh air mata dibenamkan dalam ke balik bantal, isaknya tertahan khawatir terdengar  oleh suaminya yang tengah terlelap disampingnya.
“ Cantik, saya sangat mengerti perasaanmu, maafkan saya telah mengusik apa yang telah terkubur dalam hatimu. Ya itulah jalan hidup yang digariskan Allah kepadamu dan kepada dia, tapi cinta tidak akan dibatasi oleh apapun di dunia ini, kalau pun kalian tidak bisa bersatu karena norma- norma yang ada dalam masyarakat kita, tapi hati kalian telah saling bersatu dan Allah SWT,  atau apapun sebutannya untuk Tuhan Yang Maha Tahu pasti akan tahu cinta itu indah, tapi cinta itu tidak harus untuk memiliki. Namun cinta juga bisa diartikan agar kita bisa membahagiakan orang lain dengan caranya, seperti jalan hidup yang harus dia tempuh. Dari penuturanmu bahwa kalian  memiliki buku harian yang kalian isi berdua menunjukkan betapa dalamnya cinta kalian, cinta yang sangat indah yang dianugrahkan Tuhan pada kalian berdua, namun karena norma- norma diantara kita membuat kalian tidak bisa saling memiliki, dan oleh Tuhan kalian dianugrahkan cinta sejati yang indah, namun kalian bukanlah jodohnya. Hanya hati putih bersih dengan penuh keikhlasan yang dapat menjadikan kita menerima keadaan itu. Tuhan telah memberi sesuatu yang menurutmu bukan terbaik, tapi bagi Tuhan itu adalah jalan hidup yang terbaik untukmu, masa lalu hendaknya kita jadikan sejarah, kenangan dan pengalaman dalam menjalani kehidupan ke depan. Karena kehidupan dan jalan kehidupan kedepanlah hidupmu yang sebenarnya. Saya harap ikhlaskanlah segala sesuatu yang telah terjadi karena itu semua sudah ditakdirkan oleh Allah swt. Ya Cantik, saya sangat mengerti dan merasakan betapa beratnya perjuanganmu dalam meniti kehidupan ini, kehidupan percintaan kalian, tapi karena tembok tebal keyakinan yang diciptakan Tuhan YME kita harus merelakan dan tidak bisa memiliki apa yang kita ingin miliki. Keinginan akan selalu tak terbatas, tapi kemampuan kita untuk mewujudkan keinginan itu sangat terbatas, sehingga tidak semua keinginan bisa kita dapatkan. Semuanya telah berlalu tataplah dengan tegak dan optimis jalan kehidupan ke depan yang tentu lebih baik. Dia bukan jodohmu tapi dia adalah cintamu, cinta kalian tak bisa dihentikan oleh siapapun. Tapi  jodohmu juga harus dijalani, karena itulah yang nyata dalam kehidupanmu.  Saya setuju juga dengan teori itu  sekarang tergantung kita bagaimana kita bisa mengelolanya agar keikhlasan itu bisa dengan cepat kita dapatkan dan memang itu hal yang sangat sulit karena besarnya rasa sayang dan cinta diantara kalian.
Sangat bersyukur, Cantik mendapatkan suami yang benar-benar sabar dan selalu membimbingmu bisa mengerti tentang dirimu, jiwamu, yang belum tentu Cantik temukan pada laki-laki lain. Cantik harus bisa menghargai dan menerima dia sebagai anugrah Allah SWT yang menjadikan dia sebagai pendampingmu sebagai jodohmu sebagai imammu dalam menjalani kehidupan ke depan.
Kita harus tetap jaga hijaunya persahabatan ini  kita bisa saling share and care bagaikan saudara kandung dan kita jalani kehidupan kedepan dengan lebih baik, lebih ikhlas dan bisa menerima apa adanya “ jawaban Nyoman Bagus yang begitu bijak sangat menentramkan hati Astuti.
“Iya Bli saya bersyukur sekali menyerahkan jiwa raga saya pada orang yang tepat pada cinta dan kasih yang dimiliki suamiku. Saya sadari betul bahwa kepasrahan dan kerelaan hati itu berbuah cinta manis tiada tara. Apalagi kami dikaruniai  putra-putri yang solih dan selalu menyejukkan hati kami. Maka tak putus rasa syukurku pada Allah Yang Maha Kuasa atas anugrahnya. Maka saya akan perjuangkan agar bahtera kami melaju dengan tenang dalam lautan kasihNya. Tolong bantu saya ya Bli...” lanjut Astuti
“Ya .. itulah nikmat dan anugrah Tuhan yang diberikan kepada kalian ... walau dengan mengambil cinta pertamamu .. tapi jalan ini memang yang terbaik buatmu. Cantik...Saya akan selalu membantumu .. kapanpun... dimanapun dan dalam situasi apapun ..” jawab Nyoman Bagus.

“Matur suksma, Bli ( terima kasih Kak) “ tulis Astuti sepenuh hati
Matur Suksma mewali, Jegeg” (terima kasih kembali)”  balas  Nyoman Bagus
“ Lho Jegeg itu apa artinya Bli? “ tanya Astuti
“ Jegeg itu artinya Cantik, karena kamu memang cantik” balas Nyoman Bagus
“Tapi aku ngga mau dipanggil Jegeg, panggil Cantik aja ya....” tulis Astuti lagi
“ Hehehe iya deh, Cantik... Ombakku memang cantik, secantik hatinya” Astuti tersenyum, “Ahhh Bli kenapa hati ini begitu erat terpaut padamu? “ bisik hatinya.  Matanya berkaca-kaca, seiring dengan arus perasaan yang begitu kuat, dadanya  serasa sesak, ada keharuan mengoyak rasa.
Bersambung
Bagaimana kelanjutan kisah Astuti dengan I Gusti Nyoman Bagus Eddy?