Rabu, 19 Oktober 2011

Ombak dan Samudera (Bagian ke-5)



5. REVIEW

Ombak yang lara, gemuruh  mengejar samudera,
ada pilu membalut hati dan rasa
Wahai jingga di atas sana
Terbangkan aku ke pucuk rinduku




Bali
Seorang pria  Bali tengah bersimpuh sambil menata sesajen yang dibawanya. Pria itu lalu menyalakan dupa, yang merupakan  simbol Hyang Agni, saksi dan pengantar sembahnya  kepada Hyang Widhi.. Kedua  telapak tangannya dikatupkan kemudian diletakkan di depan ubun-ubun. diambilnya sepucuk bunga  lalu  dijepitnya pada ujung jari dan mengayunkannya pelan di udara dengan penuh perasaan.  Seperti seorang penari. Matanya terkatup mulutnya merapalkan sesuatu. Ia tengah berdoa. Nyoman Bagus larut dalam doanya,  kali ini ia tak menahan apa-apa. Kekuatannya lenyap. Tak sebutir air mata pun sanggup ia bendung. Dan dia memutuskan untuk membiarkan segalanya mengalir. Apa adanya.  Ia memahami apa yang diucapkan Astuti dalam emailnya. Yang belum ia pahami adalah, mengapa harus sesakit ini rasanya? I Nyoman Bagus Eddy  mengatupkan matanya erat-erat. Semua ini terasa getir untuk ia telan. Namun, inilah kejujuran.


Assalamu alaikum, Om swastiastu.
Bli, Ingatan akan dirimu hadirkan perih mengiris hati, saya telah terperangkap
rasa yang geloranya tak lagi terkendali,
Rasa yang bahkan dalam diri Mas Muji sendiri pun tak pernah saya dapatkan, Rasa yang hanya pernah saya rasakan dan telah saya endapkan ke rongga yang gelap pekat di dasar hati yang yang paling dalam di kesilaman masa lalu saya
Ya, saya telah menyayangimu lebih dari rasa sayang seorang sahabat, saya telah
menyalahi janji persahabatan kita. Saya telah menghianati kesucian cinta seorang suami.
Dan  kesadaran ini nyatanya begitu menyakitkan, Karena saya tahu ini tidak boleh terjadi.
Bli, Saya tak mau terperangkap lebih dalam, yang akhirnya dapat menggelincirkan saya pada dosa tak terampunkan.
Maafkan saya yang telah mengganggu ketenanganmu dalam keseharianmu yang begitu menentramkan.
Maafkan saya atas keteledoran saya menjaga hati, hingga tak lagi tepati janji
Maafkan saya karena harus mengakhiri persahabatan ini
.
Bli, saya menyayangimu sepenuh hati, tapi kita tak dapat lanjutkan ini semua
Rasa sayang ini akan kembali 
saya endapkan ke rongga yang gelap pekat di dasar hati yang paling dalam, bersama  kesilaman masa lalu saya.
Terimakasih atas kebaikanmu mengisi hari–hariku dengan begitu puitis
Saya yakin hidupmu akan lebih bahagia tanpa kehadiran saya
.

Love
Astuti

***

 Bandung

Sedetik setelah email terkirim  ada rasa lega tapi juga penyesalan menyadari dirinya akan menyakiti perasaan sahabatnya, dan  merasa sangat bersalah telah berlaku tidak adil, dan hanya mementingkan diri sendiri saja, juga  karena  akan kehilangan sahabat yang sangat dicintainya, yang telah menggetarkan hatinya seperti Insan Masa Lalu pernah menggetarkan dawai cinta pertamanya.   Pergulatan batinnya selama berbulan-bulan, ingin segera diakhirinya. Dia menyadari persahabatannya dengan Nyoman Bagus telah menjadikannya penghianat atas cinta tulus suci suaminya. Dia ingin kembali, sebelum segalanya semakin membenamkannya lebih dalam.  Cinta itu pedih, seperti kerinduan yang tidak tercapai.  Seperti pohon yang meranggas dan mati. Dirinya bagai terbelah diantara dua kutub;  tubuhnya terkubur dalam denyutan, getaran dan kesakitan;  sedangkan perasaan dan fikirannya melayang ke arah lain, kemudian tenggelam  dalam kegelapan pekat tak bertepi, tenggelam dalam kesedihan yang hebat. Mendadak kerongkongan Astuti seperti tercekat. Dia terisak. Leanne Rimes lembut mengalunkan “How Do I Live” mengiringi pedih dan galau batinnya.
 
If you ever leave .
Baby you would take away everything good in my life .
And tell me now ..
How do I live without you..?
I want to know .
How do I breathe without you...?
If you ever Go .
How do I ever , ever survive..?
How do I , how do I , oh how
do I live...?
Without you...

***
Pagi itu Astuti mengendarai mobilnya dengan pikiran yang sangat kalut. Di mulut jalan mobilnya menyerempet sepeda motor yang berusaha mendahului, untung sepeda motor tersebut tidak jatuh, hanya saja mobil Astuti  tergores stang sepeda motor menyisakan goresan memanjang di bagian samping kanan mobilnya.
Di sekolah pikirannya tak lepas dari email yang semalam dikirimkannya. Batinnya mereka-reka bagaimana reaksi Nyoman Bagus setelah membacanya.
Malamnya  ketika dia membaca email balasan dari Nyoman Bagus  yang begitu pasrah dan rela melepaskannya, serasa ada yang terserak dari hatinya. Dia  menangis tersedu. Astuti meraupkan tangannya ke muka. Berharap  ada satu cara, untuk membersihkan semua kenangan itu, sebersit perasaan yang selalu   mengusiknya dari waktu ke waktu, Terasa ada sesuatu yang mengaliri darahnya. Astuti merasa seolah terempas ke lorong waktu. Semua ini terasa seperti dejavu, ya dulu Astuti pernah merasakan gundah seperti ini, pedih seperti ini, ketika akan memisahkan dirinya  dari  insan masa lalu yang harus terlupakan. Bahkan dilupakan sejak pernikahannya. Ada perih mengiris hatinya. Sebutir air bening memburamkan matanya yang dipaksanya untuk membaca email balasan.

Dear Astuti ...
Kalau itu yang terbaik buat hidupmu,  keutuhan dan juga kebahagiaan keluargamu, saya hanya bisa ikhlas.
Demi  kebahagiaanmu karena bagi saya  kalau saya bisa membahagiakan orang lain  berarti saya juga bahagia.
Selamat jalan ombak
, bercumbulah dengan pantaimu nan indah permai ,  karena memang disanalah tempatmu. samudra akan tetap samudra  walau tanpa ombak .
Semoga hari-harimu membahagiakan
, dan hapuslah  saya dari hatimu, kalau itu yang kamu inginkan.
Selamat jalan
Ombak , saya yakin hidupmu akan sangat bahagia di pantai permai
Love
BE


 



Ada sesuatu yang remuk di hati Astuti, dan pecahan-pecahannya menyebar ke seluruh tubuh, mengoyak hati dan perasaannya. Dipejamkannya matanya menahan pedih. Dan segala keresahannya selama ini juga ikut memuncak, meledak, hingga kesedihan itu tak tertanggungkan lagi. Hatinya  begitu pilu.  Butir demi butir air mata pun mulai melelehi pipinya. Tadinya dia mengira  hatinya akan lega setelah tahu Nyoman Bagus membaca emailnya. Nyatanya hatinya begitu terluka yang dia sendiri tidak tahu apa sebabnya. Dicobanya menelpon ke handpone Nyoman tapi ternyata tidak aktif. Hatinya semakin sedih. Ada hampa yang begitu menyakitkan. Kehilangan yang begitu menyesakkan.Ya dia tidak siap dengan keputusannya sendiri karena  sejatinya ia sangat mencintainya. Setengah dari dirinya pun takjub dan terpana. Baru kali itu ia menyadari betapa dalam perasaannya untuk Nyoman Bagus dan betapa jauh hatinya telah jatuh. Dan di setiap doa selesai solat tahajjud di sepertiga malam yang sunyi agar dapat segera melupakan perasaan yang kian menekan, Astuti selalu terisak pilu.
“Samudra, semoga kau dapat menemukan kembali Ombakmu. Ombak yang belum mempunyai pantai, sehingga kau bisa bercumbu dengan ombak barumu, dipantai yang hanya jadi milikmu. Bli, hari ini aku masih menangisimu” rintihnya sendu. 

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar